29 November 2021

Cybercriminal Mulai Menyasar Data Pelajar untuk Dijual di Pasar Gelap, Ini yang Dapat Dilakukan Guru untuk Melindungi Murid

Cybercrime atau kejahatan siber adalah salah satu jenis kejahatan yang menggunakan teknologi untuk melakukan aktivitas jahat pada sistem atau jaringan digital, dengan tujuan mencuri informasi sensitif perusahaan atau data pribadi, dan menghasilkan keuntungan dari informasi tersebut.

Sementara orang-orang yang melakukan kejahatan siber disebut dengan cybercriminal atau kriminal siber. Cybercriminal dapat terdiri dari individu atau tim yang melakukan kejahatan cyber untuk mendapatkan keuntungan.

Saat ini cybercrime terus meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan teknologi dan informasi. Menurut Interpol, cybercriminal menggunakan teknologi baru untuk melakukan serangan siber terhadap pemerintah, bisnis, dan individu. 

Para penjahat ini tidak mengenal batas, baik fisik maupun virtual, untuk menyebabkan kerusakan serius dan menimbulkan ancaman yang sangat nyata bagi korban di seluruh dunia. Bahkan mereka juga telah menargetkan sekolah sebagai korban sasarannya.

Mengapa kini mereka menargetkan sekolah sebagai korban sasarannya? Apakah sekolah memiliki data penting yang harus dilindungi? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, simak pembahasan tentang kejahatan cyber di dunia pendidikan berikut ini.

Apa Alasan Data Siswa Harus Dilindungi? 

Di era digital seperti saat ini, ada berbagai rangkaian layanan teknologi informasi yang ditawarkan ke sekolah untuk memberikan banyak peluang menarik bagi peningkatan dan pencapaian pendidikan. 

Namun sama halnya seperti organisasi lainnya, sekolah bisa menjadi salah satu korban serangan kejahatan cyber, yaitu ketika kejahatan tersebut dapat mengganggu layanan dan berdampak buruk pada pengoperasian sekolah serta keamanan data sensitif yang disimpan.

Menurut National Cyber Security Centre UK, setidaknya ada 83% sekolah di Inggris yang pernah mengalami satu insiden keamanan siber, meskipun 98% sekolah telah menggunakan perangkat lunak antivirus dan 99% sudah memiliki semacam perlindungan firewall.

Adapun data yang diperoleh SysGroup menunjukkan bahwa 20% institusi pendidikan telah menjadi sasaran cybercriminal. Dari mereka yang menderita serangan cyber, 71% di antaranya telah mengunduh malware.

Pada Maret 2018, lebih dari 300 universitas di seluruh dunia mengalami serangan siber raksasa yang diorganisir oleh sembilas peretas Iran. Di mana terdapat 31 terabyte kekayaan intelektual dan data berharga lainnya yang terungkap.

Sementara data Pusat Sumber Daya Keamanan Siber K-12 mencatat pada tahun 2018 terdapat 348 sekolah di Amerika Serikat yang melaporkan bahwa mereka telah menjadi korban serangan siber. Jumlah tersebut bahkan tidak termasuk kasus serangan siber di universitas dan perguruan tinggi.

Sekilas, institusi pendidikan seperti sekolah dan universitas, mungkin tidak tampak berarti bagi para pelaku kejahatan cyber. Namun menurut KELA, sebuah perusahaan teknologi terkait intelijen, cybercriminal menargetkan institusi pendidikan karena mereka melihat potensi keuntungan, dan bahkan potensi keuntungan tersebut bisa sangat besar.

Menurut analis KELA, cybercriminal dapat melakukan serangan phising atau pengelabuan untuk memperoleh database institusi pendidikan yang berisikan nama depan dan belakang, email, nomor telepon, dan alamat. 

Setelah berhasil mendapatkan data-data tersebut, mereka dapat dengan mudahnya menggunakan akses yang tidak memiliki hak istimewa untuk menjelajahi lebih lanjut jaringan korban, dan pada akhirnya menyebarkan ransomware atau malware lain pada sistem institusi.

Baca Juga: Pentingnya Guru Menguasai Komunikasi Efektif dan Public Speaking

Di sisi lain, siswa sering kali menggunakan nama pengguna yang tidak aman dan kata sandi yang lemah untuk akun-akun yang mereka miliki. Hal ini bisa menjadi peluang besar bagi cybercriminal. Sehingga tidak heran jika cybercriminal yang menargetkan institusi pendidikan terus meningkat setiap tahunnya.

Melindungi data pribadi secara online memanglah bukan hal yang mudah. Menurut sebuah penelitian di Universitas Maryland, setiap 39 detik terdapat upaya peretasan pada perangkat dengan akses internet. 

Sebuah studi McAfee baru-baru ini menunjukkan bahwa dari 1.000 mahasiswa dan lulusan universitas yang melakukan survei, 80% di antaranya telah menjadi korban serangan siber secara langsung atau tidak langsung melalui keluarga atau teman.

Oleh karena itu, guru dan sekolah harus meningkatkan program keamanan siber dan mengambil tanggung jawab dalam melatih siswa tentang cara menjaga keamanan data pribadi mereka dari penjahat saat menggunakan internet, baik itu di sekolah maupun di rumah.

Adapun beberapa langkah mudah yang dapat dilakukan siswa untuk melindungi data mereka dari cybercriminal, yaitu:

  1. Menggunakan kata sandi yang kuat dan tidak dapat diretas

Kata sandi yang kuat umumnya akan sulit untuk diingat dan dihafal, namun ini berarti kata sandi tersebut akan sama sulitnya untuk diretas. Siswa dapat membuat kata sandi rumit yang panjang dengan setidaknya 12 karakter, termasuk angka, huruf besar, huruf kecil, dan karakter khusus yang tidak biasa. 

Selain itu, mereka tidak boleh menggunakan kembali kata sandi yang sudah digunakan. Para professional menyarankan untuk mencatat kata sandi agar tidak lupa atau menggunakan pengelola kata sandi untuk membantu mengingatnya.

  1. Tidak mengisi setiap kuesioner online yang ditemui

Siswa harus waspada terhadap kuesioner dan situs web yang menanyakan tentang topik sensitif seperti informasi data pribadi. Ini karena cybercriminal sering kali membuat kuesioner jahat yang dirancang untuk mengelabui siswa agar menyerahkan informasi pribadi mereka. 

Untuk itu, sebaiknya siswa melakukan konsultasi dengan orang tua atau wali terlebih dahulu sebelum memberikan informasi apa pun.

  1. Menggunakan media sosial dengan bijak

Media sosial sama halnya seperti dua bilah mata pisau yang dapat berdampak baik atau berdampak buruk pada kehidupan seseorang. Oleh karena itu, siswa harus berhati-hati dan bertindak bijak saat menggunakan media sosial.

  1. Menghapus data dengan benar

Banyak siswa yang berpikir bahwa menghapus data di laptop atau komputer adalah tindakan yang cukup untuk menghilangkan informasi atau data yang ingin mereka buang, namun pemikiran ini salah.
Pasalnya, data yang telah dihapus dari laptop atau komputer dapat dipulihkan kembali. Ini karena data tersebut tidak benar-benar terhapus dari hard disk. Oleh karena itu, siswa harus menghapus data sepenuhnya hingga ke hard disk untuk memastikan bahwa data tersebut tidak dapat dipulihkan.

Apa yang Bisa Dilakukan Guru: Membuat Guideline Internet Aman

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwasanya guru dan sekolah turut ambil andil dalam melindungi data siswa dan melatih siswa tentang cara menjaga keamanan data pribadi mereka dari serangan cybercriminal

Lalu hal apa yang bisa dilakukan oleh guru untuk membantu siswa melindungi data pribadi mereka?

Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk melindungi data siswa adalah dengan membuat guideline internet yang aman. Guideline ini nantinya akan menjadi acuan bagi siswa untuk menggunakan internet, baik itu di sekolah atau di rumah.

Baca Juga: Teknik Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Guru dan Contohnya

Berikut adalah guideline internet yang aman dapat diberikan guru kepada siswa di kelas.

  1. Menggunakan Perangkat yang Aman

Hal pertama yang harus dipelajari oleh siswa adalah tentang bagaimana melindungi perangkat mereka dari serangan siber. 

Hal ini termasuk melengkapi laptop atau komputer dengan software antivirus, memilih kata sandi yang kuat dan sering mengubahnya, tidak mengunduh materi apa pun yang terlihat mencurigakan, dan belajar untuk tidak tertipu oleh pop-up dan iklan palsu lainnya.

  1. Melakukan Penelitian dengan Benar

Salah satu hal penting dalam pembahasan keamanan internet adalah tentang penggunaan web untuk proyek penelitian. Siswa sering kali menggunakan kekayaan informasi yang tersedia internet untuk tujuan pembelajaran.

Namun, ada kalanya informasi yang ditemukan oleh siswa tidaklah valid. Oleh karena itu, guru sebaiknya mengingatkan siswa bahwa tidak semua yang mereka lihat di internet adalah benar.

Guru perlu mengajarkan kepada siswa tentang bagaimana mengelola sumber informasi yang baik, bagaimana cara mengutip sumber dengan benar, dan bagaimana menghindari pelanggaran hak cipta atas plagiat. Sehingga siswa kedepannya dapat menggunakan internet untuk penelitian dengan baik dan benar. 

  1. Menghindari dan Mencegah Cyberbullying

Cyberbullying adalah bentuk perundungan yang menggunakan teknologi digital, dan dalam beberapa hal ini bisa menjadi lebih kejam dari pada tindakan perundungan biasanya. 

Perundungan ini memang tidak memberikan luka fisik pada korban, namun ini bisa menjadi lebih luas karena akan berdampak pada kehidupan di luar sekolah, bahkan bisa membuat korban meninggalkan sekolah.

Oleh karena itu, guru memiliki tanggung jawab untuk memastikan semua siswa benar-benar memahami bahwa setiap orang yang mereka temui di internet merupakan manusia nyata yang memiliki perasaan dan pantas untuk dihormati.

Di sisi lain, guru dan sekolah harus menanggapi laporan cyberbullying secara serius agar dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi semua orang.

  1. Membuat Kesan Pertama yang Baik

Apa hubungannya membuat kesan pertama yang baik dengan penggunaan internet yang aman? 

Ini mungkin tidak terdengar relevan, namun kesan pertama adalah salah satu hal penting harus diperhatikan dalam penggunaan internet. Di mana internet dapat dilihat sebagai papan tulis global yang tidak akan pernah bisa dihapus.

Menghapus jejak kapur atau spidol di papan tulis mungkin akan sangat mudah untuk dilakukan, tetapi ini tidak sama halnya dengan internet. Jejak digital akan tetap dapat ditemukan oleh mereka yang ingin mencarinya.

Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk mengajarkan kepada siswanya tentang bagaimana cara membuat kesan pertama yang baik dalam internet dan bertindak bijak tentang apa yang mereka lakukan di internet. 

Itu dia beberapa langkah dalam guideline internet aman yang dapat diajarkan oleh guru dan sekolah kepada siswa di kelas.
Dengan memahami dan mengikuti guideline penggunaan internet yang aman, maka siswa dapat menggunakan internet dengan positif, meningkatkan keamanan, serta terhindar dari ancaman serangan siber yang dilakukan oleh cybercriminal.

Bagikan Artikel

Artikel Lainnya